Senin, 04 November 2013

Humanisme di Gaza

(dimuat Buletin  NABAWI edisi ke 88 bulan Rajab 1431 H)

Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Darah kaum muslimin dilindungi oleh agamanya, Islam. Lalu bagaimana dengan nasib saudara-saudara kita yang berada di Gaza? Mereka setiap saat diberondong dan dibombadir oleh Zionis Israel. Dalam kajian ini, penulis berupaya menyodorkan bukti bahwa Zionis Israel adalah musuh umat manusia (hostis humanis generic) dan telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Karena pada dasarnya kekejaman Zionis Israel terhadap penduduk Palestina berakar pada kemanusian (humanity) bukan konflik agama semata.

Perbuatan-perbuatan Israel terhadap penduduk Palestina yang paling aktual terhadap warga Gaza sungguh sulit dinalar. Mereka sungguh kejam, keji, raja tega, biadab dan sadis. Beberapa istilah tersebut sangat tepat dilekatkan kepada Israel. Bagaimana tidak, mereka membantai masal dan memberanguskan manusia, tidak peduli kategori-kategori yang sebetulnya dilarang dan disepakati secara internasional yang juga diratifikasi atau disetujui oleh Israel sendiri. Wanita, anak kecil, tua renta, dibabat habis tanpa pandang bulu. Ada analisis yang menyebutkan bahwa tewasnya anak-anak kecil di Gaza bukan sekedar “collateral damage” atau dampak yang tidak disengaja, tetapi merupakan kesengajaan supaya anak-anak tersebut jika telah dewasa tidak melakukan pembalasan kepada Israel.

List kekejaman Israel selanjutnya adalah meluluhlantakkan rumah sakit, memberondong ambulance yang mau menjemput korban luka maupun meninggal dunia, menghancurkan lebih dari 20 masjid dan 2 sekolah milik PBB, tempat pengungsian diratakan, kantor PBB diberangus, gudang makanan pengungsi milik PBB dibakar dengan bom fosfor. Perbuatan-perbuatan tersebut masih kurang memuaskan nafsu syetan Israel.

Tidak kalah sadisnya lagi, Israel menggunakan bom fosfor putih dan Dense Inert Metal Explosive (DIME). Sebuah bom yang dilarang oleh dunia internasional dan juga disepakati oleh Israel. Bom fosfor putih dan DIME mampu membakar dan menghancurkan segala sesuatu. Jika asap bom ini mengenai manusia, maka dagingnya akan terkelupas dan tubuhnya terpotong-potong, padahal bom itu banyak dijatuhkan di area sipil. Sungguh mengerikan!!. Berbagai kecaman, kutukan, dan resolusi PBB tidak digubris, bahkan perdana menteri Israel Ehud Olmert berkata kepada PBB, “Pikirkan urusanmu sendiri!!”

Israel kental dengan sifat “narsis”, licik dan ingkar janji. Suka membanggakan diri dalam wujud komunitas Yahudi. Maka munculah sifat rasis, menganggap kelompok Yahudi sebagai manusia pilihan yang akhirnya mereka tidak menghargai kelompok lain. Wujud nyata dari sifatnya yang komunal ini adalah cita-cita mereka untuk mendirikan Negara di daerah yang dijanjikan Tuhan. Mereka menggunakan tangan presiden Harry S. Truman untuk mewujudkan Negara Israel. Waktu itu, Rabi Yahudi menghadap Truman dan mengatakan, “Tuhan telah meletakkan engkau di rahim ibumu, agar engkau menjadi alat untuk menghidupkan kembali Israel setelah 2000 tahun silam.” Akhirnya dengan adanya resolusi 181 tahun, pada tahun 1947 terbuatlah jalan bagi terbentuknya Negara Israel.

Israel telah melanggar Konvensi Geneva: ia memblokade Gaza dari bantuan pangan dan obat-obatan, sehingga menimbulkan krisis kemanusiaan di wilayah mini berpenduduk 1,5 juta jiwa itu. Semasa pemerintahan Bush, AS memberikan bantuan US$ 3 miliar per tahun kepada Israel yang diambil dari dana pajak rakyat AS. Inilah yang digunakan Israel untuk membeli jet F-16 dan helikopter tempur Apache yang dipakai untuk menggempur Gaza.

Sekarang, harapan tinggal pada presiden terpilih Barack Obama, kepala Negara satu-satunya yang mampu menghentikan kebuasan Israel yang telah melanggar semua hukum dan etika perang. Maka, kebungkaman Obama sangat aneh dan disayangkan, mengingat banyak hal yang selama ini dikomentari dengan tegas, seperti isu-isu luar negeri yang panas di Irak dan Afganistan. Tetapi dunia tentu pantas berharap agar Obama bersikap keras dan memahami bahwa yang sedang terjadi di Gaza bukanlah perang, melainkan krisis kemanusiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar